Eclipse, New Moon.


source : google images


Kupang diguyur hujan pagi tadi. Selanjutnya langit tertutup awan, mendung. Saya pernah melihat suasana yang sama di mata seorang gadis. Suram yang sama. Betapa binar pernah ada di matanya, lalu tiba-tiba cahayanya ditelan oleh seorang khsatria berbaju -zirah yang muncul dalam hidupnya suatu ketika.
Mitos yang muncul pada jaman dahulu kala (cerita rakyat DIY) pada saat terjadi gerhana, bahwa bulan atau matahari ditelan oleh buto (raksasa). Saya tak dapat menyaksikan fenomena gerhana matahari di langit Kupang pagi ini. Mungkin karena saya juga tidak begitu excited untuk keluar dan memandangi langit. Saya melakukan itu saat membisikkan harapan pada bintang jatuh. Kini tak lagi mudah menatap ke arah langit, cahaya matahari terlalu menyilaukan mata dan pekat malam menggambarkan gelapnya janji yang tak pernah nyata.

Beberapa pesan masuk dari sahabat dan kerabat, menanyakan bagaimana pengalaman tentang gerhana matahari hari ini. Yang saya jawab dengan jawaban yang hampir serupa.
"Kisah saya hampir segelap gerhana matahari".
Ah, tentu saja itu berlebihan. Vonis saya tentang kisah inilah yang terlalu gelap. Beberapa orang dengan kasus serupa mungkin saja menikmati dan menganggapnya sebagai fenomena langka. Tapi saya memilih untuk menikmatinya sendirian, mengunci rapat semua cahaya. Dan yang akan menjadi sebuah fenomena dalam hidup saya adalah saat seseorang hadir sebagai kunci untuk membebaskan pendar indah cahaya kebahagiaan itu. Yang binarnya mengisi ruang kosong di hati dan menghangatkan bagian yang ditinggalkan beku.


Ruang Perawatan Lavender
RS Bhayangkara - Kupang
Ada sesosok wanita yang punya senyum hangat terbaring lemah di dalam ruangan ini.
Ny. Farida Usman, 55 tahun, nomor RM : 119844, MRS : 06/03/2016, Lavender 2 - RS Bhayangkara Kupang.
Saat gerhana matahari terjadi saya sedang bersama wanita ini, berdoa dalam hati agar tak perlu melihatnya lebih lama dalam kondisi ini. Gastritis kronik telah merenggut sebagian besar senyumnya.

Suasana RS memang bukan hal yang baru buat saya. Tapi menghabiskan sebagian besar waktu di RS sebagai penjaga pasien bukanlah hal yang sering saya lakukan. Sejauh ini saya memang lebih sering keluar masuk RS dengan menggunakan seragam perawat.
Dan meskipun berada dalam lingkungan RS sebagai penjaga pasien, otak saya tidak mau berhenti memikirkan hal yang selalu saya lakukan pada pekerjaan saya. Saya adalah penjaga pasien tapi punya otak perawat. Saya selalu ingin menuliskan sesuatu yang telah saya lakukan pada Ema Ibu pada sebuah lembar 'Catatan Perkembangan Keperawatan'.

10.25 : Cairan infus RL + drips ondansentron 1 amp habis, mengganti cairan baru RL + drips ondansentron 1 amp, 20 tpm
12.30 : Melayani Os minum obat oral sucralfat syr 1 cth
13.00 : Os muntah 1x berisi cairan + lendir
17.10 : Infus macet, diperbaiki berhasil
17.40 : Obs. Os tampak baring tenang, IVFD (+) tetes lancar

Ugh yeah, rupanya tidak hanya matahari yang ditelan oleh buto hari ini, isi otak saya sepertinya juga. Get well very soon, Ema Ibu sayang. Saat sembuh nanti, beliaulah sang pahlawan yang membebaskan anak-anaknya dari kecemasan. Ibu yang memukul lesung agar raksasa membebaskan matahari.  

Lavender 2 - Bed 1



Butuh waktu sampai 350 tahun bagi dewi bulan untuk berjumpa lagi dewa surya. Sekian lama dalam kesabaran dan menghasilkan pertemuan yang fenomenal. Bumi mungkin menentang ini lalu mencoba menjadi penghalang. Tapi jika itu adalah takdir, maka waktu dan susunan tata surya sekalipun takkan mampu menghalangi. Ini restu Allah SWT.

Dan bila itu adalah tanda-tanda dari Kuasa serta Kebesaran-Nya, sesungguhnya bukanlah hal yang mustahil pula bagi-Nya untuk mengangkat setiap penyakit dalam tubuh umat manusia. Usaha, keinginan dan doa. Sembuh dan sehat adalah nikmat yang luar biasa.

Saya sedang menunggu untuk sebuah hubungan yang sehat. Tak perlu sefenomenal gerhana matahari, semoga tak menunggu selama 350 tahun. Saat gelap kemudian beranjak pergi, itu menjadi tanda munculnya bulan baru. 


Comments

Popular Posts